Budaya
lokal biasanya didefinisikan sebagai budaya asli dari suatu kelompok masyarakat
tertentu. Menurut Ajawaila (Sandrarupa, 2011), budaya
lokal adalah ciri khas budaya sebuah kelompok masyarakat lokal. Akan tetapi,
tidak mudah untuk merumuskan atau mendefinisikan konsep budaya lokal. Nilai
budaya dipahami sebagai konsepsi yang hidup dalam alam pikiran dari sebagian
besar masyarakat tradisional sebagai sesuatu yang berharga dalam hidup.
Karena itu nilai menjadi dasar dari kehidupan manusia dan menjadi pedoman
ketika orang akan melakukan sesuatu.
Dalam
Tilaar (1999:39), Edware B. Tylor dalam bukunya Primitif Culture yang terbit
pada tahun 1871, mendefinisikan budaya sebagai suatu keseluruhan hasil kreasi
manusia yang kompleks berupa pengetahuan, kepercayaan, seni,moral, hukum,
adat-istiadat, serta kemampuan-kemampuan dan kebiasaan lainnya. Bentuk-bentuk
hasil kreasi manusia diperoleh dalam kehidupan di masyarakat melalui kebiasaan
dan perilaku kreatif dalam mengembangkannya.
Kebudayaan
dapat mengarahkan manusia dalam perkembangan pribadi dalam hidup dimasyarakat
dengan sesama manusia. Sejalan dengan itu, Prosser (Supriadi, 2001: 5) dalam
Budiyanto (2005:91) memberikan definisi bahwa budaya atau kebudayaan (culture)
meliputi tradisi, kebiasaan, nilai-nilai, norma, bahasa, keyakinan, dan
berpikir yang terpola dalam suatu masyarakat dan diwariskan dari generasi ke
generasi serta memberikan identitas pada komunitas pendukungnya.
Pada
dasarnya pendidikan tidak mungkin bisa dipisahkan dari kebudayaan karena pada hakikatnya
pendidikan adalah proses pembudayaan, menurut K.H. Dewantara, Budaya berasal
dari kata “budi” yang diartikan sebagai jiwa manusia yang telas masak atau buah
budi manusia. Glazer dkk memandang budaya sebagai suatu totalitas pengalaman
yang meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, hukum, adat istiadat kapabilitas,
dan kebiasaan lain yang dimiliki oleh manusia, pembudayaan yang dimaksud oleh
Glazer diperoleh melalui proses pendidikan. Sementara J.P. Spradley mengatakan
bahwa kebudayaan adalah pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan dan
digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku
sosial.
Dari
berbagai paparan tentang kebudayaan oleh beberapa ahli maka dapat disimpulkan
bahwa kebudayaan merupakan sekumpulan hasil dari pemahamanmanusia berupa ilmu
pengetahuan, nilai-nilai, tradisi, kebiasaan, bahasa,keyakinan dan ketrampilan
yang dijadikan sebagai landasan dalam berperilaku.
Pendidikan
berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang lebih didasarkan kepada
pengayaan nilai- nilai cultural. Pendidikan ini mengajarkan peserta didik untuk
selalu dekat dengan situasi konkrit yang mereka hadapi sehari-hari. Dengan kata
lain model pendidikan ini mengajak kepada kita semua untuk selalu
dekat dan menjaga keadaan sekitar yang bersifat nilai yang berada di dalam
lokal masayarakat tersebut. Menurut Djohar (2006: 127) pendidikan perlu
diwujudkan dalam kondisi keberagaman bangsa dimana anak-anak merasakan hidup
dengan orang-orangyang memiliki perbedaan baik perbedaan agama, perbedaan etnik,
perbedaanbudaya, dan lain sebagainya. Meskipun terdapat perbedaan tetapi tetap
memiliki jiwa kebangsaan yaitu Indonesia, dan memiliki kesamaan sikap dan
perilaku yaitu Pancasila.
Dengan
pendidikan yang berbasis pada local wisdom (kearifan lokal) maka kita
bisa optimis akan terciptanya pendidikan yang mampu memberi makna bagi
kehidupan manusia Indonesia. Artinya pendidikan kemudian akan mampu menjadi
spirit yang bisa mewarnai dinamika manusia Indonesia kedepan. Pendidikan
nasional kita harus mampu membentuk manusia yang berintegritas tinggi dan
berkarakter sehingga mampu melahirkan anak- anak bangsa yang hebat dan
bermartabat sesuai dengan spirit pendidikan yaitu memanusiakan manusia. Pendidikan
berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang lebih didasarkan kepada
pengayaan nilai- nilai cultural. Pendidikan ini mengajarkan peserta didik untuk
selalu dekat dengan situasi konkrit yang mereka hadapi sehari-hari. Dengan kata
lain model pendidikan ini mengajak kepada kita semua untuk selalu
dekat dan menjaga keadaan sekitar yang bersifat nilai yang berada di dalam
lokal masayarakat tersebut.
Dengan
adanya pengetahuan yang bersifat global, seseorang akan dapat dengan mudah
membaca dan mengenali suatu masalah dan memecahkannya. Maka dari itu seseorang
perlu untuk berpengetahuan banyak agar wawasan menjadi relatif luas. Akan
tetapi dalam hal pendidikan pada umumnya dan belajar mengajar khususnya,
seorang pendidik tidak cukup hanya dengan berpengetahuan banyak dan berwawasan
luas, akan tetapi untuk merefleksikan transfer of knolage (proses
pembelajaran) tersebut juga harus disertai dengan emotion
skill (kemampuan emosi) yaitu bagaimana seorang pendidik harus bisa masuk
ke dalam dunia di mana anak didik tersebut berada. Dalam masalah ini ada satu
hal yang perlu diingat yaitu “seorang anak didik yang datang ke sebuah kelas
dalam suatu sekolah tidaklah seperti gelas kosong, akan tetapi mereka sudah
membawa pengetahuan dan kebiasaan- kebiasaan dari tempat di mana ia tinggal”.
Dengan kata lain bahwa lingkungan yang menjadi tempat tinggal seorang anal
didik yang satu, berbeda dengan lingkungan yang menjadi tempat tinggal anak
didik yang lain. Dengan begitu sudah barang tentu bahwa status sosial dan
ekonomi merekapun pasti berbeda- beda.
Semboyan
Bhineka Tunggal Ika dapat disimpulkan bahwa negara Indonesia memang telah
mempunyai banyak sekali lokal masyarakat yang tentunya memiliki keanekaragaman
budaya yang berbeda- beda pula. Maka dari itu sudah barang tentu bahwa negara
Indonesia sebenarnya telah memiliki kekayaan budaya yang pastinya bisa memberi
sebuah warna dan corak yang bisa dikembangkan menjadi sebuah karakter bangsa.
Pendidikan
bebasis kearifan lokal sebenarnya adalah bentuk refleksi dan realisasi dari
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19/ 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
yaitu pasal 17 ayat 1 yang menjelaskan bahwa ”kurikilum tingkat satuan
pendidikan SD- SMA, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, sosial budaya, dan peserta didik”.
Tujuan
dari pendidikan berbasis kearifan lokal ialah sesuai dengan nas yang telah
termaktub dalam undang- undang nasional yaitu Undang- undang (UU) No 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan manfaat dari
pendidikan yang berbasis kepada kearifan lokal antara lain sebagai berikut.
1.
Melahirkan
generasi- generasi yang kompeten dan bermartabat
2.
Merefleksikan
nilai- nilai budaya
3.
Berperan
serta dalam membentuk karakter bangsa
4.
Ikut
berkontribusi demi terciptanya identitas bangsa
5.
Ikut
andil dalam melestarikan budaya bangsa
6.
Arti
penting sebuah nilai
Cara
yang bisa dilakukan oleh seorang pelaku pendidikan, baik itu pengajar ataupun
peserta didik adalah dengan menggali berbagi potensi nilai yang ada dalam
sebuah lokal masyarakat tersebut. Dari situlah maka seorang pelaku pendidikan
tersebut akan bisa melakukan perubahan pada dunia pendidikan yang dijalani dan
ditekuninya. Hal itu sesuai dengan sebuah istilah yang berasal dari salah
seorang intelektual asal Maroko, yaitu Almarhum Muhammad Abed Al-Jabiri yang
mengatakan “Attajdidu mina dhdhahl” perubahan
harus berangkat dari tradisi kita, maksudnya bahwa perubahan bukan dengan
meminjam tradisi orang ataupun bangsa lain.
Dalam
sebuah lokalitas biasanya memiliki banyak sekali kekayaan budaya yang sifatnya
khas dan mengandung nilai yang tinggi. Beberapa di antaranya adalah beberapa
kata mutiara/ kata- kata bijak yang sedikit- banyak sering dijadikan semboyan
dalam aktifitas masyarakat (Jawa) sehari- hari.
a.
Rame ing Gawe Sepi ing
Pamrih. Kalimat
ini memiliki arti yang mengandung sebuah perintah atau ajakan. Yaitu ajakan
agar seseorang senantiasa berbuat baik kepada siapapun, tanpa ada pilih kasih.
Setelah berbuat baik seseorang diajak untuk tidak mengharapkan imbalan (pamrih)
sedikitpun dari apa yang telah ia perbuat.
b. Ing
Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani. Kalimat ini adalah
sebuah ajakan agar seseorang bisa menyesiaikan dengan kondisi dan posisinya
masing- masing. Apabila ia menjadi seorang pimpinan maka ia mampu menjadi suri
teladan yang baik.
c.
Becik Ketitik Ala
Ketara. Kalimat
ini memberi inspirasi kepada siapa saja, bahwa pada akhirnya seseorang akan
menuai apa yang telah ditanamnya. Dengan begitu tidak ada alasan bagi seseorang
untuk melakukan suatu perbuatan yang buruk, karena pada akhirnya sudah pasti
orang tersebut tidak akan bisa mendapatkan kebahagiaan.
Dari tiga ungkapan
kata bijak di atas sekiranya cukup untuk menjadikan sedikit gambaran bahwa,
betapa luhur potensi nilai yang terkandung dalam lokal masyarakat Indonesia.
Dari beberapa gambaran di atas hanyalah sedikit contoh yang diambil dari satu
lokal masyarakat yang ada di Indonesia yaitu Jawa, padahal masih banyak lagi
suku- suku lain yang ada di Indonesia, yang tentunya dalam tiap- tiap satu lokal
sudah pasti memiliki ciri khas sendiri- sendiri. Kelebihan dari metode yang ada
dalam pendidikan berbasis kearifan lokal ini adalah berpotensi besar di dalam
keikutsertaannya dalam menciptakan bangsa Indonesia yang berkarakter. Sering
sekali terdengar sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa, ”bangsa yang besar
adalah bangsa yang tidak meninggalkan sejarah”. Akan tetapi ada satu hal yang harus diingat
yaitu, suatu bangsa tidak cukup hanya menjadi besar saja, akan tetapi disamping
besar juga harus maju. Sedangkan untuk menjadi bangsa yang maju maka negara
tersebut harus memiliki nilai atau karakter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar